Makalah:
DINAMIKA
KELOMPOK SOSIAL
A.
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis ucapkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan
makalah yang berjudul ”DINAMIKA KELOMPOK“.
Dalam pembuatan makalah ini mulai dari perancangan, pencarian bahan, sampai
penulisan, penulis mendapat bantuan, saran, petunjuk, dan bimbingan dari banyak
pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih dan kepada
teman-teman yang ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca untuk perbaikan di masa yang akan datang, dan penulis juga berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
BAB I
I. PENDAHULUAN
dalam kehidupan bermasyarakat, kita akan meemukan
banyak sekali gejala sosial yang menyangkut tentang kehidupan kit maupun hidup
bermasyarakat. Karena dalam hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, yang
berarti manusia tidak dapayt hidup engan kekuatan sendiri dan dirinya sendiri.
Tetapi manusia membutuhkan hidup bersama dengan masyarakat yang ada
disekitarnya, karena pastilah manusia trsebut menemukan masalah yang tak dapat
diselesaikan oleh dirinya sendiri tetapi membutuhkanbantuan dari manusia yang
lain. Tetapi dalam kehidupan tersebut, dalam bersosial wajarlah apabila terjadi
dinamika antar makhluk sosial yang tidak lain merupakan tanda bahwasanya
manusia tersebut selau melakukan kegiatan dan selalu beraktivitas.
II. LATAR
BELAKANG
A. PENGERTIAN DINAMIKA KELOMPOK
Dinamika kelompok adalah suatu
kelompok yang terdiri dari dua atau lebih individu yang memiliki hubungan
psikologis secara jelas antara anggota satu dengan yang lain dan berlangsung
dalam situasi yang dialami. Dinamika kelompok berasal dari kata dinamika dan
kelompok. Dinamika berarti tingkah laku warga yang satu secara
langsung memengaruhi warga yang lain cara timbal balik, sedangkan beberapa ahli mencoba memberi pengertian
apa yang disebut kelompok.
1.
W.Y.H Sprott memberikan pengertian kelompok sebagai beberapa orang yang
bergaul satu dengan yang lain.
2.
Kurt Lewin berpendapat bahwa :
The Essences of a group is not
the similarity or dissimilarity of its members but their interdependence.
3. H. Smith menguraikan :
“kelompok adalah suatu unit
yang terdapat beberapa individu, yang mempunyai kemampuan untuk berbuat dengan
kesatuannya dengan cara dan atas dasar kesatuan persepsi”.[1]
B. PEMBENTUKAN
KELOMPOK SOSIAL
Manusia dilahirkan kedunia seorang diri, tetapi
kemudian hidup berkelompok dengan keluarganya. Seperti kita ketahui,
manusia pertama adamtelah ditakdirkan untuk hidup bersama dengan manusia lain
yaitu istrinya yang bernama hawa. Mereka lalu beranak pinak, terbentuklah
keluarga, kelompok sosial, kelompok kekerabatan, masyarakat, bangsa, dan
Negara.
1. Proses
Pembentukan Kelompok Sosial
Didalam hubungan antara manusia dengan manusia lain,
yang paling penting ialah reaksi yang tinbul akibat hubungan-hubungan
sosial tersebut. Reaksi yang timbul itu, menyebabkan tindakan dan tanggapan
seseorang menjadi bertambah luas. Misalnya, kalau seseorang mempunyai
teman, dia memerlukan reaksi, entah yang berujut pujian atau celaan, yang
mendorong munculnya tindakan-tindakn selanjutnya. Sejak dilahirkan, manusia
sudah mempunyai hasratatau keinginan pokok, yaitu:
a. keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain dalam masyarakat.
b. keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya.
2. Persyaratan
atau Faktor-faktor Pembentukan Kelompok Sosial
Terbentuknya kelompok sosial memerlukan persyaratan
sebagai berikut:
a. Setiap anggota kelompok harus menyadari bahwa dirinya
merupakan anggota atau bagian dari kelompok sosialnya.
b. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu
dengan anggota lainnya.
c. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga
hubungan di antar mereka bertambah erat.
d. Kelompok itu berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola
perilaku yang khas.
e. Kelompok itu bersistem dan berproses terus menerus.
C. DINAMIKA
KELOMPOK SOSIAL
Kelompok sosial
bukan merupakan kelompok statis. Setiap kelompok sosial pasti mengalami
perkembangan serta perubahan. Untuk meneliti gejala tersebut, perlu ditelaah
lebih lanjut perihal dinamika kelompok sosial tersebut. Beberapa kelompok
sosial sifatnya lebih stabil daripada kelompok-kelompok sosial lainnya, atau
dengan kata lain, strukturnya tidak mengalami perubahan-perubahan yang
mencolok. Ada pula kelompok-kelompok sosial yang mengalami yang mengalami
perubahan-perubahan cepat, walaupun tidak ada pengaruh-pengaruh dari luar. Akan
tetapi, pada umumnya, kelompok sosial mengalami perubahan sebagai akibat proses
formasi ataupun reformasi dari pola-pola di dalam kelompok tersebut karena
pengaruh dari luar. Keadaaan yang tidak stabil dalam kelompok sosial terjadi
karena konflik antarindividu dalam kelompok atau karena adanya konflik
antarbagian kelompok tersebut sebagai akibat tidak adanya keseimbangan antara
kekuatan-kekuatan di dalam kelompok itu sendiri. Ada bagian atau segolongan
dalam kelompok itu yang ingin merebut kekuasaan dengan mengorbankan golongan
lainnya; ada kepentingan yang tidak seimbang sehingga timbul ketidakadilan; ada
pula perbedaan paham tentang cara-cara memenuhi tujuan kelompok dan lain
sebagainya. Semuanya itu mengakibatkan perpecahan di dalam kelompok hingga
timbul perubahan struktur. Timbulnya struktur yang baru pada akhirnya juga
bertujuan untuk mencapai keadaan yang stabil (di kemudian hari). Tercapainya
keadaan stabil paling tidak juga tergantung pada faktor kepemimpinan dan
ideologi yang dengan berubahnya struktur, mungkin juga mengalami
perubahan-perubahan.[2]
III. PERUMUSAN MASALAH
1.
Dalam dinamika kelompok sosial di masyarakat, selalu terjadi ancaman dari
dalam maupun dari luar. Apa saja ancaman dari dalam maupun dari luar tersebut?
Bagaimana cara kelompok sosial menghadapinya?
2.
Apa saja hipotesis-hipotesis dalam dinamika kelompok sosial di masyarakat?
BAB IV
PEMBAHASAN
Ancaman dalam dinamika kehidupan
kelompok sosial ada yang berasal dari dalam dan ada juga ancaman yang berasal
dari luar. Ancaman dari dalam salah satunya adalah perpecahan di dalam kelompok
hingga timbul perubahan struktur. Timbulnya struktur yang baru pada akhirnya
juga bertujuan untuk mencapai keadaaan yang stabil (di kemudian hari).
Tercapainya keadaaan stabil paling tidak juga tergantung pada faktor
kepemimpinan dan ideologi yang dengan berubahnya struktur, mungkin juga
mengalami perubahan-perubahan. Kadang-kadang konflik dalam kelompok sosial
dapat dikurangi atau bahkan dihapuskan, misalnya dengan mengadakan “kambing
hitam” (scapegoating) atau apabila,
umpamanya, kelompok tersebut menghadapi musuh bersama dari luar.
Perubahan struktur kelompok sosial
karena sebab-sebab luar pertama-tama perlu diuraikan mengenai perubahan yang
disebabkan karena perubahan situasi. Situasi yang dimaksud di sini adalah
keadaan di mana kelompok tadi hidup. Perubahan pada situasi dapat pula mengubah
struktur kelompok sosial tadi. Ancaman dari luar, misalnya, sering kali
merupakan faktor yang mendorong terjadinya perubahan struktur kelompok sosial.
Situasi membahayakan yang berasal dari luar memperkuat rasa persatuan dan
mengurangi keinginan-keinginan untuk mementingkan diri sendiri pada anggota
kelompok sosial.[3]
Sebab kedua adalah pergantian
anggota-anggota kelompok. Pergantian anggota sesuatu kelompok sosial tidak
perlu membawa perubahan struktur kelompok tersebut. Umpamanya personalia suatu
pasukan. Angkatan bersenjata sering mengalami pergantian, dan itu tidak selalu
mengakibatkan perubahan struktur secara keseluruhan. Akan tetapi, ada pula
kelompok-kelompok sosial yang mengalami kegoncangan-kegoncangan apabila
ditinggalkan salah seorang anggotanya, apalagi kalau anggota yang bersangkutan
mempunyai kedudukan penting, misalnya, dalam suatu keluarga.[4]
Penyebab lainnya, yaitu sebab yang
ketiga, adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam situasi sosial dan
ekonomi. Dalam keadaan depresi misalnya, suatu keluarga akan bersatu untuk
menghadapinya, walaupun anggota-anggota keluarga tersebut mempunyai agama
ataupun pandangan politik yang berbeda satu dengan lainnya.[5]
2. Apa saja hipotesis-hipotesis dalam dinamika
kelompok sosial di masyarakat?
Di dalam dinamika kelompok, mungkin
terjadi antagonisme antar-kelompok. Apabila terjadi peristiwa tersebut, secara
hipotesis prosesnya adalah sebagai berikut:
1. Bila dua kelompok bersaing, maka akan timbul
stereotip.
2. Kontak antara kedua kelompok yang bermusuhan tidak
akan mengurangi sikap tindak bermusuhan tersebut.
3. Tujuan yang harus dicapai dengan kerja sama akan dapat
menetralkan sikap tindak bermusuhan.
4. Di dalam kerja sama mencapai tujuan, stereotip yang semula negatif menjadi
positif.
Terkait dengan 4 (empat) jenis hipotesis-hipotesis
seperti yang dijabarkan diatas, hal-hal tersebut adalah wajar apabila terjadi
dinamika dalam kelompok sosial. Semuanya adalah tergantung dari bagaimana kelompok
sosial tersebut menyikapinya.
Hipotesis yang ke-1 (satu), mengatakan “Bila dua
kelompok bersaing, maka akan timbul stereotip”. Dalam satu perspektif proses
stereotip, ada konsep ingroups dan luar kelompok. Dari sudut pandang
masing-masing individu, ingroups dipandang sebagai normal dan unggul, dan
umumnya kelompok bahwa mereka sudah mengasosiasikan dengan, atau bercita-cita
untuk bergabung. Outgroup adalah hanya semua kelompok lain. Mereka dianggap
sebagai lebih rendah dari atau lebih rendah daripada di-kelompok. Contoh dari
ini adalah: orang Asia lebih cerdas daripada orang Amerika. Dalam contoh ini
orang Asia dipandang sebagai orang pintar karena sistem pendidikan mereka lebih
ketat dibandingkan dengan Amerika.
Perspektif kedua adalah bahwa dari otomatis dan
eksplisit atau bawah sadar dan sadar. Stereotip Otomatis atau bawah sadar
adalah yang semua orang melakukannya tanpa kita sadari. Stereotip otomatis
cepat didahului oleh pemeriksaan eksplisit atau sadar yang memungkinkan waktu
untuk koreksi diperlukan. Stereotip otomatis dipengaruhi oleh stereotip
eksplisit karena pikiran sadar sering cepat akan berkembang menjadi stereotip
bawah sadar.
Sebuah metode ketiga untuk mengkategorikan stereotip
adalah jenis umum dan sub-jenis. Stereotip terdiri dari sistem hirarkis yang
terdiri dari kelompok besar dan mana yang harus jenis umum dan sub-jenis
masing-masing. Jenis umum dapat didefinisikan sebagai stereotip yang luas
biasanya dikenal di kalangan orang banyak dan biasanya diterima secara luas,
sedangkan subkelompok akan menjadi salah satu beberapa kelompok yang membentuk
kelompok umum. Ini akan menjadi lebih spesifik, dan pendapat dari
kelompok-kelompok ini akan bervariasi sesuai dengan perspektif yang berbeda.
Keadaan
tertentu dapat mempengaruhi cara sebuah stereotip individu. Beberapa ahli teori
berpendapat mendukung koneksi konseptual dan pemikiran sendiri yang subjektif
seseorang tentang seseorang informasi yang cukup untuk membuat asumsi tentang
individu tersebut. Teori lain berpendapat bahwa minimal harus ada hubungan
kausal antara keadaan mental dan perilaku untuk membuat asumsi atau stereotip.
Dengan demikian hasil dan pendapat dapat bervariasi sesuai dengan keadaan dan
teori. Sebuah contoh dari asumsi, umum tidak benar adalah bahwa dengan
menganggap karakteristik internal tertentu berdasarkan penampilan luar.
Penjelasan untuk tindakan seseorang adalah keadaan internal nya (tujuan,
perasaan, kepribadian, sifat, motif, nilai, dan impuls), bukan penampilannya.
Sosiolog
Charles E. Hurst, "Salah satu alasan stereotip adalah kurangnya pribadi,
keakraban konkret bahwa individu memiliki dengan orang-orang dalam kelompok ras
atau etnis lainnya Kurangnya keakraban mendorong lumping bersama-sama individu
yang tidak dikenal."[6]
Stereotip
fokus pada dan dengan demikian melebih-lebihkan perbedaan antar kelompok.
Persaingan antara kelompok meminimalkan persamaan dan memperbesar perbedaan.[7]
Hal ini
membuat seolah-olah kelompok sangat berbeda padahal sebenarnya mereka mungkin
lebih mirip daripada yang berbeda. Misalnya, di antara Afrika Amerika, identitas sebagai warga negara Amerika lebih
menonjol dari latar belakang ras, yaitu Amerika Afrika lebih Amerika dari
Afrika.[8]
Konflik antar kelompok mungkin terjadi karena
persaingan untuk mendapatkan mata pencaharian hidup yang sama atau terjadi
pemaksaan unsur-unsur kebudayaan tertentu. Di samping itu, mungkin ada
pemaksaan agama, dominasi politik, atau adanya konflik tradisional yang
terpendam. Suatu contoh adalah hubungan antara mayoritas dengan minoritas,
dimana rekasi golongan minoritas mungkin dalam bentuk sikap tidak menerima,
agresif, menghindari, atau asimilasi.
Masalah dinamika kelompok juga menyangkut gerak atau
perilaku kolektif. Gejala tersebut merupakan suatu cara berpikir, merasa, dan
beraksi suatu kolektivitas yang serta-merta dan tidak berstruktur. Sebab-sebab
suatu kolektiva menjadi agresif antara lain adalah:
1. Frustasi selama jangka waktu yang lama;
2. Tersinggung;
3. Dirugikan;
4. Ada ancaman dari luar;
5. Diperlakukan tidak adil;
BAB V
KESIMPULAN
Dalam dinamika sosial di masyarakat, setiap kelompok
sosial pasti mengalami perkembangan serta perubahan. Perkembangan serta
perubahan tersebut bisa disebabkan oleh faktor dari luar dan faktor dari dalam.
Perubahan dalam setiap kelompok sosial, ada yang mengalami perubahan secara
lambat, namun ada pula yang mengalami perubahan secara cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006
Hurst, Charles E. Sosial Ketimpangan: Formulir, Penyebab, dan Perbedaan. (Boston: Pearson Education, Inc, 2007)
Brewer, M (1979). "Dalam kelompok bias dalam situasi antar
kelompok minimal: Sebuah analisis kognitif-motivasi" Psychological
Bulletin 86 (2): 307-324
McAndrew, FT; Akande, A
(1995). "Afrika Amerika keturunan Afrika dan Eropa" Jurnal
Psikologi Sosial 135 (5)
[3]Ibid
[4]Ibid
[5] Ibid
[6] Hurst, Charles E. Sosial Ketimpangan: Formulir, Penyebab, dan Perbedaan. (Boston: Pearson Education, Inc, 2007)
[7] Brewer, M (1979). "Dalam kelompok bias dalam situasi antar
kelompok minimal: Sebuah analisis kognitif-motivasi" Psychological
Bulletin 86 (2): 307-324
[8] McAndrew, FT; Akande, A (1995).
"Afrika Amerika keturunan Afrika dan Eropa" Jurnal Psikologi
Sosial 135 (5): 649-655
Tidak ada komentar:
Posting Komentar